Pages

Senin, 06 September 2010

Menulis Novel 2

Melanjutkan artikel Menulis Novel 1. Kini Anda tinggal melangkah dengan ringan karena ringkasan cerita (sinopsis) sudah Anda buat. Jangan lupa, susunan cerita novel, secara sederhana terbagi tiga: Bagian Pembukaan, Bagian Tengah (isi) dan Bagian Akhir (ending) Nah, mulailah menulis pembukaan novel Anda, misalnya begini:



Sepasang burung gereja masuk ke dalam rumah yang jendelanya serba kaca dan dengan pintu yang selalu terbuka sejak pagi hingga petang. Tidak seperti biasanya, ada burung gereja masuk ke rumah yang berada di kawasan real estate elit di sebelah timur kota metropolitan Jakarta. Kedua burung itu, satu jantan, satu betina berlompatan di atas lantai keramik yang mengkilat putih bersih.

Kedua ekor burung itu berlompatan di atas lantai, seolah ia sedang meneliti lantai itu, apakah ada sebutir dua butir nasi yang terjatuh dan bisa segera dinikmatinya. Tidak beberapa lama kemudian, kedua burung itu pun bercengkerama, saling menyayangi satu sama lain. Melihat burung-burung itu sedang bersuka cita, Herman terkagum diam.

Ia sangat terharu dengan kebersamaan dan kemesraan dua burung kecil itu. Apakah, hewan yang sangat mungil dan sederhana itu yang bisa mempertahankan persekutuan kasih sayang? Hanya burung, atau hewan lainnya? Manusia tidak mampu berbuat bajik seperti itu? Begitulah pertanyaan demi pertanyaan muncul mencuat dalam lubuk pikiran Herman.

Perlahan-lahan, dengan mengandalkan kedua tangannya yang sudah kian melemah itu, Hermanb menggerakkan roda-roda kursinya, bergeser menuju teras rumahnya. Dari teras rumahnya yang anggun itu, berdiri tegak dua lantai, Herman bebas memandang sepinya suasana sekitarnya. Ia mengikuti jalan yang memanjang jauh, dengan dedua matanya. Hanya ada sepi di sana. Hanya ada sunyi sejak pangkal hingga jalan yang memanjang beraspal itu.

Lelaki itu merasa sangat bersyukur dalam tubuhnya yang lemah itu jiwanya makin kuat,makin tenang bahkan sesekali bekobar semangatnya, siap menghadapi apa yang bakal terjadi dalam hidupnya. Ia sadar, terlalu sadar, bahwa hari ini, detik-detik sekarang ini adalah saat yang akan paling menentukan dalam perjalanan hidupnya, seandainya ia masih punya kesempatan untuk hidupnya, seandainya ia masih punya kesempatan untuk hidup lebih lama lagi.

Hari inilah, istrinya yang dikasihi sejak masa pertunangannya, hingga memberikan tiga keturunan baginya, bakal pergi meninggalkan dirinya, mungkin buat selamanya. Tidak lama kemudian muncul istrinya, Carla yang mengulurkan tangannya, mengajak bersalaman sebagai tanda pamitan kepada suaminya.

Tanpa ragu sedikit pun Herman mengulurkan tangan kanannya dengan perlahan dan gemetar, menyalmi istrinya sembari berucap pelan, "Jaga dirimu baik-baik hidup di negeri orang." Istrinya hanya mengangguk, tanpa kata, mungkin juga ia mengendapkan air mata di pelupuk matanya, tetapi terlindung oleh warna kaca matanya yang berwarna cokelat muda.

Dengan bantuan sopir taksi Carla pergi membawa sebuah tas kopor besar, lalu segera masuk ke dalam taksi mengkilat itu. Aneh, dari dalam taksi itu Carla sama sekali tidak melambaikan tangannya, kepada suaminya yang terpaku di atas kursi rodanya. Herman mengikuti jalannya taksi yang kian jauh, dengan pandangan matanya.
Artikel selanjutnya Menulis Novel 3

0 komentar:

Posting Komentar